Perpindahan Pusat Nahdlatul Wathan terjadi karena pada Muktamar ke-10 Ummi Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid terpilih menjadi Ketua Umum PBNW. Sebagian orang Pancor tidak setuju dengan keputusan Muktamar tersebut. Mereka beralasan bahwa wanita tidak boleh menjadi pemimpin organisasi. Padahal dalam Mazhab Syafi’I tidak ada larangan bagi wanita untuk menjadi pemimpin organisasi. Maulana Syaikh sendiri selaku pendiri Nahdlatul Wathan merestui wanita menjadi pemimpin. Beliaulah yang mengangkat Hj.Sitti Rauhun menjadi Kepala Madrasah Tsanawiyah Mu’allimat NW Pancor.
Beliau juga mengangkat Ummi Hj. Baiq Zuhriyah Mukhtar menjadi kepala Madrasah Aliyah Mu’allimat NW Pancor dan menjadi ketua Pondok Pesantren Az-Zuhriyah Nahdlatul Wathan Tanjung Lombok Timur. Beliau juga merestui Baiq Sa’diyah menjadi Kepala Desa Teratak Lombok Tengah dan lain-lain.
Ketidaksetujuan sebagian orang Pancor ini diwujudkan dengan meneror para masyayikh, para dosen, para Pengasuh, para siswa, santri, mahasiswa dan thullab Pondok Pesantren Darunnahdlatain NW Pancor yang mendukung hasil Muktamar ke-10 sehingga mereka enggan masuk melaksanakan tugas belajar mengajar. Ketidaksetujuan mereka ini juga diwujudkan dengan membuat kerusuhan di pancor pada tanggal 6,7 dan 24 September 1998.
Dalam kerusuhan ini toko TGH. Mahmud Yasin dirusak dan isinya dijarah atau dibakar, rumah TGH lalu Anas Hasyri di rusak, Drs. Abdurrahman Fajri dan Qoharuddin dianiaya dan dipukul dengan senjata tajam dan lain-lain. Bukan saja kerusuhan yang mereka perbuat bahkan mereka juga merencanakan pembunuhan terhadap pendukung Muktamar Praya. Padahal para pendukung Muktamar Praya dari kalangan masyayikh, dosen dan pengasuh di Pondok Pesantren Darunnahdlatain NW Pancor itu adalah kader-kader NW yang loyal dan taat kepada wasiat Maulana Syaikh.
Dengan demikian, otomatis kondisi pendidikan di Pancor menjadi kocar-kacir dan kacau balau. Nah, untuk menyelamatkan proses pendidikan tersebut maka sejak tanggal 26 Oktober 1998, Ummi Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid selaku Ketua Umum PBNW, putri pendiri Nahdlatul Wathan sekaligus penerima kuasa, beliau memerintahkan seluruh orang-orang yang taat dan loyal kepada wasiat Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid untuk berhijrah ke Kalijaga. Di Kalijagalah tempatnya direncanakan pendirian Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin Nahdlatul Wathan.
Setelah 2 tahun 14 hari di Kalijaga maka Ummi Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid memerintahkan untuk berhijrah lagi ke Anjani Kecamatan Suralaga Lombok Timur NTB, Tempat Pembangunan Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin Nahdlatul Wathan. Sejak tanggal 1 Muharram 1422 H./26 Maret 2001 M. Insya’Allah sampai akhir zaman pusat kegiatan Organisasi Nahdlatul Wathan adalah Anjani Kecamatan Suralaga Lombok Timur dan pusat perguruan Nahdlatul Wathan adalah Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin NW Anjani Lombok Timur. Di Pondok Pesantren inilah tempat berkumpulnya para tuan guru dan tokoh Nahdaltul Wathan yang taat pada wasiat Maulana Sayaikh yang sekaligus merupakan kepercayaan beliau pada saat masih hayat. Sehubungan dengan itu, telah dikenang oleh warga Nahdlatul Wathan bahwa Kalijaga adalah Quba’ Nahdlatul Wathan dan Anjani adalah Madinah Nahdlatul Wathan.
Dengan demikian, sejak adanya hijrah dalam organisasi Nahdlatul Wathan maka Pancor bukan lagi menjadi pusat Nahdlatul Wathan karena sudah dipindahkan ke Anjani.
Kini Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin Nahdlatul Wathan tumbuh dengan pesat. Pondok Pesantren ini sedang dan akan dibangun di atas tanah seluas 23 hektar. Pada tahun 2001, Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin NW Anjani mengelola beberapa jenis lembaga pendidikan, seperti Madrasah Tsanawiyah Mu’allimin, Madrasah Tsanawiyah Mu’allimat, Madrasah Aliyah Mu’allimin, Madrasah Aliyah Mu’allimat, SMU, Ma’had Darul Qur’an wal Hadits Nahdlatul Wathan, Institut Agama Islam HAMZANWADI, dan beberapa Fakultas umum. Selain itu, di Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin NW telah ada Kopontren, Radio Dewi Anjani, dan lain-lain. Pada waktunya nanti, INSYA’ALLAH, semua jenis dan jenjang pendidikan akan diadakan dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Begitu juga sarana penunjang pesantren modern lainnya seperti asrama, Perpustakaan, pertokoan, rumah sakit, dan lain-lain.
Sumber : Buku “Mengenal Nahdlatul Wathan” karangan TGH. Abdul Hayyi Nukman, M.Pd.I
Share via: